Bandung – PT Charoen Pokphand Indonesia (CPI) bersama ITB telah menandatangani nota kesepahaman mengenai proyek Pengering Jagung Bergerak (MCD/Mobile Corn Dryer) pada 17 Desember 2019. Pengering Jagung Bergerak ini merupakan sebuah alat inovasi yang dicetuskan oleh CPI untuk menjawab permasalahan yang dijumpai para petani jagung. Sebelumnya, CPI telah berhasil menginovasikan MCD, dari versi awal yang terdiri dari tiga unit truk, sampai pada versi selanjutnya yang merupakan penyatuan komponen pengering hanya pada satu unit truk. Pada saat implementasi ke lapangan, ditemukan masalah-masalah baru yang perlu ditangani tidak cukup hanya oleh pihak CPI sendiri, mengingat kebutuhan keahlian beberapa bidang teknik terintegrasi. Kemudian, CPI menggandeng ITB untuk mengembangkan MCD guna menjawab semua permasalahan dan menyesuaikan dengan kebutuhan aktual di lapangan.

Inovasi ini dicetuskan CPI untuk menjawab keresahan atas harga jual jagung yang sering kali turun anjlok dan merugikan para petani jagung di Indonesia. Penurunan harga jual jagung diakibatkan oleh tingginya kadar air yang dikandung oleh jagung. Jagung yang memiliki kadar air tinggi akan menyebabkan biji jagung mudah rusak serta turunya kualitas daya dari kecambahnya. Tidak jarang, jagung yang memiliki kadar air tinggi lebih mudah berjamur dan ditolak di pasar. Alhasil, harga jual jagung pun jatuh.

Untuk mempertahankan harga jual jagung, petani bekerja keras untuk mencapai angka minimal kadar air pada jagung dengan cara menjemurnya. Proses pengeringan yang membutuhkan waktu dan energi lebih, sering menjadi keluhan para petani jagung. Saat musim penghujan tiba bersamaan dengan musim panen jagung, dibutuhkan waktu lebih dari 7 hari untuk mencapai kadar air minimal. Apabila cara ini tidak maksimal, petani terpaksa menjual dengan harga jual jauh dari harga normal.

Sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang pakan ternak, CPI mencetuskan MCD dengan sistem jemput bola. CPI datang menghampiri petani jagung secara langsung kemudian menggunakan jagung-jagung yang sudah dikeringkan dengan MCD untuk digunakan sebagai bahan baku produksinya. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebuah alat inovasi yang berkembang di tengah masyarakat pasti tidak akan sesederhana alat-alat di kelas. Dengan kata lain, masalah-masalah berkaitan dengan lingkup sosial dan ekonomi bermunculan. ITB digandeng untuk menggunakan kepakaranya dalam pengujian serta perancangan guna menuntaskan masalah baru yang bermunculan.

Dr. Ir. Toto Hardianto, dosen konversi energi dari Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara (FTMD), memimpin tim dari ITB dalam proyek MCD ini. Bersama dengan Dr. Ir. Nathanael Panagung Tandian, M.Sc. (dosen FTMD) dan Dr. Pranoto Hidaya Rusmin, S.T, M.T. (dosen Sekolah Teknik Elektro dan Informatika), dengan pasukan dari para dosen/peneliti muda dari FTMD maupun dari STEI berhasil mengembangkan Pengering Jagung Bergerak hingga versi 3.0. Lebih lanjut, mereka terus mengembangkan perancangan MCD menuju ke versi 4.0. Bagi ITB, proyek ini merupakan salah satu bentuk pelaksanaan Tri Dharma perguruan tinggi, yaitu pengabdian kepada masyarakat serta bentuk pengembangan ilmu pengetahuan yang dapat diaplikasikan secara langsung di masyarakat.

Bersama ITB, MCD dirancang sedemikian rupa untuk bisa menjangkau para petani jagung lebih dalam. Versi pertama MCD terdiri dari tiga unit truk yang membawa fungsi berbeda-beda. Dirasa tidak efisien, dikembangkan MCD yang lebih ringkas yaitu hanya dengan satu unit truk mampu membawa semua alat yang dibutuhkan. Saat dilaksanakan demo ke masyarakat, ditemukan masalah bahwa unit truk tidak mampu menjangkau persawahan atau jalan kelas III. ITB hadir dengan kepakaran yang dimiliki, MCD versi 3.0 dirilis menjadi tiga jenis MCD yaitu; lite, medium, dan jumbo. Hal ini ditujukan agar MCD dapat menjangkau jalan kelas I, II, dan III. Kemudian, MCD juga dikembangkan menjadi versi 3.2. Walaupun masih berbentuk prototipe, versi 3.2 dirancang supaya MCD bisa dimiliki secara personal oleh para petani. Lebih dari itu, pengembangan MCD juga akan ditekan lagi dari sisi ekonomis sehingga pada versi lanjut MCD ada yang tidak harus menyertakan genset bila di tempat operasi tersedia daya listrik.

Sejauh ini PT Charoen Pakphand sudah melaksanakan demo alat di beberapa kota seperti Lampung, Jakarta, Cirebon, Semarang, Kediri, Gorontalo, dan Makassar. Adapun manfaat yang dirasakan yaitu MCD dapat meminimalisir butir-butir jagung yang tercecer serta pendapatan petani meningkat dan kesejahteraan masyarakat petani jagung membaik. Penggunaan MCD juga dapat mencegah terjadinya kontaminasi aflatoksin yang sangat berbahaya bagi unggas.

Kini, ITB dan CPI sedang berjuang memperoleh hak paten dari inovasi MCD. Hal ini sangat penting mengingat MCD merupakan murni karya anak bangsa serta hak paten akan digunakan untuk produksi MCD dalam jumlah banyak. Di waktu yang bersamaan, dua lembaga ini terus melakukan uji alat seperti uji ketahanan guna meminimalisir kerusakan alat yang terjadi saat sudah diimplementasikan langsung di masyarakat.