Ketersediaan air bersih masih merupakan salah satu tantangan kebutuhan dasar yang dihadapi oleh masyarakat luas di negara kita, terlebih lagi di daerah pesisir terpencil. Proses pemenuhan kebutuhan air bersih masih sangat bergantung pada sumber air tanah yang tidak selalu tersedia. Desalinasi adalah proses pemisahan garam dari air laut untuk menghasilkan air tawar. Proses ini sering digunakan oleh daerah-daerah yang menghadapi kekeringan air tawar, namun memiliki akses air laut. Reverse osmosis, multi-stage flash distillation, dan multi-effect distillation adalah beberapa contoh teknologi desalinasi. Hanya saja sayangnya metode-metode desalinasi menggunakan teknologi tinggi, dengan sumber energi yang umumnya merupakan bahan bakar fosil. Akan tetapi, bagaimana jika desalinasi dibutuhkan pada daerah-daerah terpencil di negara kita? Adakah teknologi desalinasi lain yang tidak memerlukan bahan bakar fosil tapi memanfaatkan energi surya yang berlimpah seperti dimiliki negara kita?

Solar distillation atau distilasi surya adalah proses desalinasi yang menggunakan sumber energi dari matahari. Proses ini meniru proses desalinasi yang terjadi secara alami, siklus hidrologi. Ketika air laut menguap, uap tersebut meninggalkan mineral garam. Uap air yang naik karena gaya apung kemudian dikondensasikan dan dikumpulkan sebagai sumber air tawar. Seperti siklus hidrologi, desalinasi air dengan solar distillation pada prinsipnya melewati tahap proses yang sama, dan alat yang menggunakan proses ini memiliki sebutan solar still.

Dalam rangka membantu masyarakat daerah pesisir terpencil yang kekurangan air bersih, FTMD ITB telah mengembangkan sebuah prototipe floating solar still. Prototipe ini dibuat menggunakan bahan-bahan murah yang tersedia secara luas. Hal ini ditujukan agar masyarakat di daerah yang membutuhkan dapat membuat sendiri alat ini dengan memanfaatkan bahan-bahan yang tersedia secara lokal. Desain prototipe ini terbuat dari gabus polystyrene, kain handuk, dan lembaran plastik polyvinyl yang merupakan bahan-bahan yang tersedia secara luas dengan harga yang relatif murah.

Hasil penelitian yang telah diterbitkan pada jurnal Results in Engineering dengan judul ‘Low-cost floating solar still for developing countries: Prototyping and heat-mass transfer analysis’ ini berbeda dengan desain solar still konvensional. Prototipe solar still yang sedang dikembangkan menggunakan struktur mengapung. Struktur tersebut ditujukan untuk meningkatkan efisiensi termal penguapan air, dengan cara melokalisasi panas matahari ke satu lapisan permukaan kain berwarna hitam yang digunakan sebagai evaporator. Gabus polystyrene yang terletak di bawah kain hitam berfungsi sebagai struktur apung dan isolator panas untuk meminimalisir rugi-rugi panas dan membantu lokalisasi panas pada evaporator. Panas yang dikonsentrasikan pada permukaan kain hitam kemudian digunakan untuk menguapkan air yang diserap dari bawah struktur terapung oleh kain handuk dengan memanfaatkan gaya kapilaritas. Uap yang telah terbentuk kemudian menguap ke atas hingga terkondensasi pada cover dan membentuk tetesan-tetesan air yang kemudian dikumpulkan sebagai air tawar.

“Pengujian awal prototipe ini menunjukkan hasil yang sangat menjanjikan. Temperatur permukaan evaporator dapat mencapai 59,5 oC, 24 oC lebih tinggi dari temperatur air di bawahnya, walaupun pengujian dilakukan pada hari yang berawan.”, seperti dijelaskan oleh Faiz Akbar Raihananda, salah satu anggota tim peneliti. Lebih lanjut dijelaskan bahwa hal tersebut merupakan hasil lokalisasi panas yang dimanfaatkan oleh prototipe ini.

Untuk menuntun proses desain dan optimasi performa prototipe ini, tim peneliti FTMD ITB juga mengembangkan model perpindahan panas dan massa prototipe ini. “Hasil pengukuran dan simulasinya cukup dekat ya, jadi kami pikir model yang dikembangkan cukup akurat dan dapat digunakan untuk menuntun proses iterasi selanjutnya”, ujar Evan Philander, yang juga tergabung dalam penelitian ini.

Walaupun hasil pengujian prototipe awal ini sangat menjanjikan, Poetro Sambegoro sebagai ketua tim peneliti mengakui bahwa penelitian lanjutan masih diperlukan untuk meningkatkan efisiensi dan kehandalan dari prototipe ini sebelum diaplikasikan untuk masyarakat luas. “Selanjutnya tim akan melakukan pengujian lapangan di daerah Indonesia timur, di mana intensitas cahaya mataharinya tinggi sedangkan sumber air tawarnya masih kurang. Semoga bisa membantu masyarakat.”, akhirnya.

Pengembangan prototipe ini didukung oleh Program P2MI FTMD ITB sebagai salah satu komitmen FTMD ITB untuk berkontribusi menyelesaikan permasalahan yang dihadapi masyarakat luas.