Bandung – Kemacetan lalu lintas yang terjadi di kota-kota besar di Indonesia merupakan sebuah permasalahan pelik yang tidak pernah terselesaikan. Pemerintah sering kali mengglorifikasikan penggunaan transportasi massal guna mengurai kemacetan di jalanan. Akan tetapi, permasalahan tidak selesai sampai disitu saja. Permasalahan baru muncul yaitu bagaimana menggabungkan seluruh kriteria transportasi massal yang diinginkan para penumpang menjadi satu. Kriteria tersebut yaitu, aman, nyaman, modern, praktis, serta harga yang terjangkau.  

Faktor aman dalam berkendara maka memiliki keterkaitan dengan teknologi keselamatan berkendara. Prof. Dr. Ir. Bagus Budiwantoro, Dosen Perancangan Mesin Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara [FTMD], dalam Orasi Ilmiah Guru Besar ITB menjelaskan bahwa terdapat dua kriteria keselamatan yaitu kesalamatan aktif dan keselamatan pasif. Keselamatan aktif adalah sebuah bentuk perlindungan seperti sensor atau kontrol yang sengaja dipasang untuk mencegah kecelakaan. Sedangkan keselamatan pasif adalah kerangka fisik sebuah kendaraan yang dirancang ketika terjadi kecelakaan dapat melindungi penumpang.   

Namun fakta yang ditemukan ketika kecelakaan terjadi, menyebabkan dua jenis akibat yaitu akibat primer dan sekunder. Akibat primer menyebabkan struktur kendaraan rusak dan penumpang cidera. Akibat sekunder dapat menyebabkan korban jiwa karena penumpang terbentur pada benda-benda yang ada didalam kendaraan.  

Berangkat dari permasalahan ini, maka dirancang sebuah teknologi bernama Crashworthiness. Teknologi ini merupakan kemampuan suatu struktur dalam melindungi keselamatan penumpang ketika terjadi tabrakan. 

“Kita merancang kereta yang kalau terjadi kecelakaan, daerah penumpang tidak rusak,” jelasnya. 

Crashworthiness telah diterapkan pada struktur kereta penumpang. Teknologi ini memiliki area crash zone, dimana suatu struktur pada kereta api akan mengalami kerusakan terlebih dahulu jika terjadi kecelakaan sehingga area penumpang tidak mengalami kerusakan. Misalnya, itu adalah area toilet di kereta api. Pada daerah ini, Gaya akibat tabrakan akan diserap sehingga mengurangi dampak pada daerah penumpang. Kritera struktur yang dibentuk pada bagian crash zone adalah penumpang selamat dan perlambatan terkontrol. Pada daerah crash zone, akan dirancang perlambatan gaya yang terkontrol sehingga energi yang tersisa dari sebuah kecelakaan tidak membuat penumpang cedera.  

Dalam standar kriteria cedera penumpang, Head Injury Criterion (HIC) / Severity Index (SI) merupakan parameter perlambatan untuk menentukan keselamatan penumpang. Melalui perhitungan SI, maka Abbreviated Injury Scale (AIS) bisa ditentukan untuk mengetahui tingkat cedera penumpang.  

“Melalui crashworthiness ini, kita bisa menghitung jarak antara kursi ke kursi yang lain dengan aman,” ungkap Prof. Dr. Ir. Bagus Budiwantoro. 

Teknologi ini sudah di implementasikan dibeberapa transportasi publik, seperti LRT Jabodebek dan Metro Kapsul. Dalam proses desain Metro Kapsul, Prof. Bagus mengatakan bahwa parameter yang perlu diperhatikan yaitu crashworthiness, regulasi, dan material sehingga didapat suatu model yang bisa disimulasikan secara iteratif dan didapat kelebihan serta kekuranganya. 

Pergeseran massal kepada moda transportasi umum bisa menurunkan angka produksi kendaraan pribadi. Hal ini dapat mempengaruhi pemutusan hubungan kerja, sehingga angka pengangguran di Indonesia mengalami peningkatan. Pada akhir orasi, Prof. Bagus menegaskan kepada pemerintah serta para pemangku kebijakan untuk mencegah hal ini terjadi.