Tuai Perjalanan Panjang, Kisah Dosen FTMD Menjadi Salah Satu Penggiat Biodiesel Sampai Terima Penghargaan Bidang Penelitian ITB 2021,Penghargaan Dharma Karya Utama ESDM 2022, dan Penghargaan Satya Lencana Wira Karya 2022

Isu biodiesel mulai mencuat sejak munculnya isu krisis minyak dunia di era 70-an. Para peneliti di seluruh dunia mulai gencar melakukan pengembangan bahan bakar alternatif yang dihasilkan dari bahan alami yang bisa diperbaharui seperti minyak nabati dan hewani. Begitu halnya dengan para peneliti di Indonesia, mereka juga mulai  melakukan riset untuk memproduksi bahan bakar nabati dari berbagai bahan baku seperti kelapa sawit, minyak jelantah, jarak pagar dan minyak nabati lainnya yang tersedia di berbagai wilayah Indonesia. 

Kisah awal biodiesel

Di awal tahun 1996, Dr. Tatang Hernas Soerawidjaja, salah satu dosen Teknik Kimia ITB, mengungkapkan bahwa Indonesia mulai memasuki masa sulit untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar solar dari produksi domestik. Hal ini dipertegas oleh beliau ketika mempresentasikan ide nya mengenai “Menjadikan Biodiesel sebagai Bagian Dari Bauran Bahan Bakar Cair” di Gedung Ditjen Listrik dan Pengembangan Energi (DJLPE), Jakarta, pada 2 Mei 2001.

Diwaktu yang bersamaan, riset mengenai biodiesel yang berasal dari minyak jelantah sedang digalakan di seluruh penjuru dunia. Berangkat dari hibah dana Jepang pada tahun 2002 dari AUNSEED-NET, “Trio kwek-kwek”, begitu panggilan akrabnya, yang terdiri dari Dr. Eng. Ir. Iman Kartolaksono Reksowardojo (Dosen purnabakti  FTMD), Dr. Tatang Hernas Soerawidjaja (Dosen purnabakti Teknik kimia), dan Dr. Ir. Tirto Prakoso, S.T, M.Eng. (Dosen Teknik kimia) mulai mengembangkan pengembangan biodiesel berbahan baku kelapa sawit, dll, lihat gambar 1. 

Trio kwek-kwek

Gambar 1. Dr, Tirto Prakoso, Dr. Tatang H. Soerawidjaja, Dr. Eng. Iman K. Reksowardojo (“Trio kwek-kwek”) pada awal “perjuangan” meneliti dan advokasi Biodiesel.

Perjalanan awal riset ini tentunya tidak mudah, banyak sekali tantangan yang dilewati. Mereka juga tidak hanya berfokus pada pembuatan biodiesel, mereka juga melakukan uji coba bahan bakar biodiesel tersebut pada kendaraan pribadi milik mereka. Hasilnya sangat memuaskan, penggunaan bahan bakar nabati ini tidak berpengaruh banyak terhadap kinerja mesin kendaraan, lihat gambar 2.

Gambar 2

Tahun 2004 menjadi titik naik daun untuk biodiesel dikarenakan harga minyak dunia mulai terpantau naik. Beberapa pihak lain mencoba menggandeng ITB untuk melakukan uji jalan biodiesel, namun ketika harga minyak fosil jatuh, semuanya pihak tersebut kembali seakan tidak terjadi apa-apa. Dalam kata lain, pengembangan biodiesel belum menjadi prioritas.

Selain tim dari ITB, riset biodiesel juga dilakukan oleh beberapa pihak lainya. Namun gaungnya belum terdengar luas. Pada Februari 2002, Forum Biodiesel Indonesia (FBI) dibentuk untuk menyatukan seluruh penggiat biodiesel dari seluruh wilayah Indonesia. Lahirnya FBI juga tidak luput dari kontribusi “Trio Kwek-Kwek” yang bertujuan untuk memajukan biodiesel dengan berbagai cara menyebarkan luas informasi terkait hasil pengujian penggunaan campuran biodiesel pada kendaraan berbahan bakar diesel. Tidak ada yang sia-sia, komunitas ini menjadi pemantik lahirnya standar biodiesel Indonesia. 

Uji Coba B20 dan B30

Pada tahun 2016, uji coba B20 yang disebut dengan road test B20 dilaksanakan. B20 mencampurkan 20% biodiesel dengan 80% bahan bakar solar.  Uji coba B20 dimulai dari BPPT Serpong – Tol Jagorawi – Puncak – Cianjur – Padalarang – Cileunyi – Bandung – Lembang – Subang – Cikampek – Pamanukan – Karawang – Cibitung – dan kembali ke Serpong. Uji coba ini memiliki jarak tempuh total 40.000km dengan capaian per hari sekitar 560 km. Hasil dari uji coba ini tentunya menjadi hal yang dinantikan oleh semua orang. Salah satu hasil dari uji coba ini adalah B20 layak untuk diterapkan tanpa modifikasi sistem mesin yang signifikan. Walaupun awalnya mendapat tantangan yang kuat dari Japan Automobile Manufacture Association (JAMA) karena kesepakatan industri otomotif dan motor bakar di dunia hanya memperbolehkan hingga B5, tapi akhirnya dengan penelitian yang dilakukan bersama dengan pihak ESDM Indonesia dan JAMA dibuktikan bahwa biodiesel dengan bahan baku sawit dapat digunakan hingga B20 tanpa masalah, lihat gambar 3.  

Kesepakatan penggunaan B20

Gambar 3. Kesepakatan penggunaan B20 seusai penelitian bersama antara tim ESDM Indonesia dan JAMA di Toyota HQ

Implementasi B30 juga dilaksanakan kembali di tahun 2020. B30 merupakan campuran 30% biodiesel dengan 70% bahan bakar solar. Road test B30 dilaksanakan dengan beberapa jenis kategori uji. Mulai dari uji jalan kendaraan penumpang, uji jalan truk, sampai uji start-ability, road test B30 memberikan hasil yang menggembirakan. Implementasi B30 menunjukan daya dan performa kendaraan menjadi lebih baik serta tingkat emisi yang dihasilkan juga lebih kecil dibandingkan implementasi B20.

Buah manis perjuangan

Keberhasilan implementasi B30 mengantarkan Bapak Dr. Eng. Ir. Iman Kartolaksono Reksowardojo mendapatkan Penghargaan bidang penelitian dari ITB, Penghargaan Dharma Karya Utama ESDM dan Penghargaan Satyalencana Wira Karya dari Presiden RI sebagai salah satu individu yang memberikan dampak di sektor ESDM untuk menjadi lebih baik dan maju. Tentunya keberhasilan yang maksud adalah  meneliti dan mengembangkan penggunaan bahan bakar nabati terutama campuran sampai dengan 30% Biodiesel (B30).

Sampai saat ini, B30 tidak hanya mengisi tangki-tangki kendaraan bermotor dijalan, tetapi beberapa sektor industri juga sudah menggunakan biodiesel sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan. Selain itu B30 yang diberlakukan secara mandatori di seluruh Indonesia merupakan pertama dan tertinggi di dunia untuk campuran biodiesel sehingga banyak tantangan-tantangan teknis yang dihadapi pertama kali di dunia berhasil dilalui dengan baik. Implementasi B30 dinilai berjalan mulus, belum ditemukan adanya keluhan yang berarti di lapangan.

Selain Biodiesel, Dr. Iman K. Reksowardojo dan tim juga melakukan penelitian penggunaan  Bioavtur dengan melakukan pengujian dari skala laboratorium, Testcell  hingga uji terbang menggunakan Bioatur J2.4, lihat gambar 4.

Uji terbang Bioavtur J2.4 dengan menggunakan CN235 Flying Test Bed

Gambar 4. Uji terbang Bioavtur J2.4 dengan menggunakan CN235 Flying Test Bed