Sumpur Kudus, Sumatera Barat, dikenal sebagai salah satu daerah penghasil rotan berkualitas tinggi di Indonesia. Namun, para petani di wilayah ini menghadapi berbagai tantangan dalam mengolah rotan. Keterbatasan teknologi membuat mereka harus menjual rotan mentah dengan harga rendah kepada pihak ketiga, sering kali terjerat dalam sistem yang merugikan. Metode pengolahan tradisional seperti penggorengan dengan solar dan minyak tanah juga memiliki dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan. 

Sebagai bagian dari program pengabdian masyarakat, tim peneliti dari Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara (FTMD) Institut Teknologi Bandung (ITB) mengembangkan inovasi mesin pengolah rotan yang lebih efisien, murah, dan ramah lingkungan. Tim yang dipimpin oleh Poetro Lebdo Sambegoro, Ph.D., dengan anggota Prof. Ir. Ari Darmawan Pasek, Ph.D., Dr. Eng. Firman Bagja Juangsa, ST, M.Eng., Muhammad Alfatha Kurniadi, Joe Bambang, Yuven, Dito Suharnes, dan Andrafathi Cheda Saldani, menghadirkan mesin pengupas kulit rotan, mesin pengukus, dan mesin oven rotan.

Program pengabdian masyarakat ini bertujuan meningkatkan nilai tambah rotan dengan memberikan alat pengolah rotan yang lebih modern kepada petani. Dengan alat ini, petani tidak lagi bergantung pada pengumpul dan dapat mengolah rotan sendiri menjadi produk siap pakai dengan nilai jual lebih tinggi.  

Inovasi yang dibawa oleh para peneliti menghadirkan solusi lebih hemat biaya, efisien, dan berkelanjutan dalam pengolahan rotan dengan menggantikan bahan bakar fosil mahal seperti solar dan minyak tanah. Alat ini memanfaatkan api dan air sebagai sumber energi utama, dengan kayu bakar yang mudah ditemukan di desa sebagai bahan bakar serta air melimpah untuk proses steam bertekanan tinggi. 

Teknologi ini tidak hanya ramah lingkungan dengan mengurangi emisi karbon, tetapi juga lebih hemat biaya karena menghilangkan ketergantungan pada bahan bakar fosil. Dari segi efisiensi, alat ini mampu mengolah hingga 50 batang rotan sepanjang 4 meter dalam 30 menit. Metode ini tidak hanya meningkatkan efisiensi tetapi juga menghasilkan rotan yang lebih awet, halus, dan tahan lama dengan mengeluarkan lignin dan getah secara optimal. 

Selain itu, alat ini meningkatkan posisi tawar petani dengan memungkinkan mereka menjual rotan setengah jadi atau produk siap pakai dengan harga lebih tinggi, mengurangi ketergantungan pada pihak ketiga. 

Keberadaan alat ini di Desa Sumpur Kudus mempercepat proses pengolahan, mengurangi risiko pembusukan, dan memungkinkan petani mengolah rotan sehari setelah dipanen, tanpa harus menunggu hingga satu minggu untuk diproses di kota.  

Dengan kapasitas besar hingga satu ton, mesin ini mendukung peraturan ekspor yang melarang pengiriman rotan mentah, mendorong peningkatan nilai tambah di tingkat hulu, sehingga petani dapat menjual rotan dengan harga lebih tinggi tanpa bergantung pada pihak ketiga. 

Penerapan teknologi ini di Sumpur Kudus mendapat sambutan positif dari masyarakat dan pemerintah setempat. Kini, mereka memiliki kesempatan untuk mengolah rotan sendiri menjadi barang setengah jadi atau bahkan produk jadi. Namun, tantangan terbesar adalah membangun ekosistem rotan yang lebih berkelanjutan, termasuk menciptakan pasar yang stabil untuk produk rotan olahan. Wali Nagari Sumpur Kudus, Andri, menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen untuk mencari solusi dalam pemasaran produk rotan olahan. 

Inovasi mesin pengolah rotan dari Tim FTMD ITB menjadi langkah maju dalam memberdayakan petani rotan di Sumpur Kudus, Sumatera Barat. Dengan teknologi yang lebih efisien, ramah lingkungan, dan berbasis sumber daya lokal, petani kini memiliki peluang untuk meningkatkan kualitas dan daya saing rotan tanpa harus bergantung pada pihak ketiga. Selain menghemat biaya dan mempercepat proses produksi, alat ini juga membuka jalan bagi pengembangan industri rotan yang lebih mandiri dan berkelanjutan. Jika diterapkan secara luas, inovasi ini tidak hanya berdampak pada kesejahteraan petani, tetapi juga memperkuat posisi Indonesia sebagai eksportir rotan terbesar dunia.