Cerita Detha Belajar Selama Satu Tahun Secara Cuma-Cuma di Negeri Ginseng, Korea Selatan
Bandung – Detha Audrey Syandani, mahasiswi Teknik Mesin dari Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung (FTMD ITB), menjadi salah satu mahasiswa Indonesia yang berhasil mengukir prestasi membanggakan di kancah internasional. Ia terpilih sebagai penerima Hyundai Motor Chung Mong-Koo (CMK) Undergraduate Scholarship Program for International Students, sebuah program beasiswa penuh yang membuka jalan baginya untuk menempuh studi pertukaran di Yonsei University, salah satu universitas ternama di Korea Selatan.
Dalam wawancara bersama tim media FTMD, Detha menceritakan bahwa program beasiswa ini tidak hanya mencakup biaya pendidikan seperti uang kuliah dan uang pendaftaran, tetapi juga biaya hidup, biaya pembelajaran, dukungan awal keberangkatan, hingga insentif selama penyelesaian studi. Tak hanya dari sisi finansial, beasiswa ini juga memberikan berbagai kesempatan pengembangan diri melalui kegiatan seperti summer camp, program pertukaran budaya, pertemuan jaringan internasional, dan kegiatan cultural lainnya yang dirancang untuk mendukung mahasiswa dalam beradaptasi dengan kehidupan akademik dan budaya di Korea Selatan.

Perjalanan Detha menuju beasiswa ini dimulai dari ketertarikannya untuk mengikuti program pertukaran pelajar. Ia menemukan informasi mengenai beasiswa Hyundai CMK melalui grup WhatsApp jurusannya di Teknik Mesin ITB. Tanpa pikir panjang, ia langsung berdiskusi dengan orang tuanya yang ternyata sangat menyambut baik niatnya. Detha mengungkapkan, saat itu waktu pendaftaran sudah sangat mepet, sehingga ia harus bergerak cepat menyiapkan berbagai dokumen seperti transkrip nilai dari ITB, sertifikat-sertifikat pendukung, dan formulir-formulir yang diminta. Setelah melalui tahap seleksi administrasi, Detha diundang mengikuti wawancara daring. Meski sempat merasa gugup, ia memilih untuk tetap jujur dan menjadi dirinya sendiri selama sesi wawancara. Ia meyakini bahwa sikap autentik itulah yang menjadi salah satu kunci keberhasilannya dalam proses seleksi.
Setelah diumumkan sebagai salah satu penerima beasiswa, Detha pun merasa sangat senang dan bersyukur. Namun, proses belum selesai sampai di sana. Ia masih harus melalui tahapan pendaftaran resmi ke Yonsei University untuk mendapatkan surat penerimaan. Proses ini menuntutnya menyiapkan sejumlah dokumen tambahan seperti transkrip resmi, bukti kemampuan bahasa Inggris atau Korea (TOEFL, IELTS, atau TOPIK), salinan paspor, pas foto, rekening koran, surat keterangan aktif kuliah, rencana studi, dan bukti asuransi kesehatan. Sebagian dari dokumen tersebut harus dikirim secara fisik melalui pos ke Korea Selatan. Meski prosesnya panjang dan cukup melelahkan, Detha berhasil menyelesaikan semuanya sesuai jadwal.
Program pertukaran di Yonsei University berlangsung dari bulan Agustus 2024 hingga Juni 2025, mencakup dua semester reguler (musim gugur dan musim semi) serta satu semester pendek di musim dingin. Secara akademik, ia merasa bahwa mata kuliah di jurusan teknik mesin Yonsei memiliki banyak kesamaan dengan yang ia pelajari di ITB. Namun, tantangan terbesar justru datang dari lingkungan sosial dan gaya belajar yang berbeda. Di Korea, ia melihat bahwa mahasiswa cenderung lebih individualistis, yang menuntutnya untuk menjadi lebih mandiri dan bertanggung jawab atas proses belajar sendiri. Ia pun harus berusaha lebih keras untuk mempertahankan prestasi akademiknya.
Salah satu pengalaman paling berkesan bagi Detha adalah saat mengikuti mata kuliah Strategic Management di semester musim dingin yang diajarkan oleh Profesor Kim Bo Kyung. Cara penyampaian materi yang menarik dan sistematis membuatnya terinspirasi untuk mendalami bidang bisnis lebih jauh, sebuah ketertarikan baru yang lahir selama program pertukaran ini. Ia menyebut bahwa mata kuliah ini menjadi bagian paling penting dari seluruh pengalamannya di Korea Selatan.
Menariknya adalah ia menjadi angkatan pertama penerima beasiswa ini yang juga membawa tantangan tersendiri. Tidak adanya senior langsung dari jalur beasiswa yang sama membuat Detha dan rekan-rekan penerima lainnya sempat merasa tidak memiliki pegangan dalam memahami proses dan ekspektasi program. Namun, dengan inisiatif dan kemauan untuk mencari informasi, mereka berhasil menjalin komunikasi dengan alumni program Hyundai CMK Global Scholarship lainya yang dengan senang hati membagikan pengalaman mereka. Selain itu, tekanan untuk melengkapi berbagai dokumen dalam waktu yang terbatas juga menjadi tantangan besar. Beberapa dokumen bahkan memerlukan proses legalisasi dan pengiriman internasional secara fisik. Dalam situasi seperti ini, Detha mengaku mengandalkan manajemen waktu dan strategi kerja yang terorganisir agar semua dapat selesai tepat waktu.
“Salah satu momen yang paling berkesan bagi saya adalah ketika bekerja dalam kelompok bersama teman-teman dari berbagai negara. Banyak perspektif baru yang saya pelajari karena lingkungan belajar di sini sangat berbeda dari di Indonesia,” ujarnya.
Menurutnya, berada di lingkungan internasional telah memperluas sudut pandangnya, tidak hanya dalam aspek akademik, tetapi juga kehidupan sehari-hari di negara maju seperti Korea Selatan.
Di luar kegiatan akademik, Detha juga aktif mengikuti berbagai aktivitas nonakademik yang difasilitasi CMK Scholarship. Ia tergabung dalam dua klub, yaitu Board Game Club dan Yonsei Club, yang rutin ia jalani setiap dua minggu sekali. “Kegiatannya sangat menyenangkan. Kami bermain bersama, berdiskusi santai, dan menikmati waktu luang—semuanya difasilitasi langsung oleh Hyundai,” tuturnya. Kegiatan tersebut menjadi ruang berinteraksi yang menyenangkan dan memberikan keseimbangan antara studi dan rekreasi.
Sebagai mahasiswa ITB, Detha merasa memiliki sejumlah keunggulan yang mendukung keberhasilannya. Salah satunya adalah akses terhadap peluang beasiswa yang secara khusus hanya dibuka untuk mahasiswa dari empat universitas di Indonesia, yaitu ITB, UI, UGM, dan President University. Selain itu, sistem pembelajaran di ITB yang menuntut mahasiswa untuk berpikir kritis dan mandiri juga membantunya beradaptasi dengan cepat terhadap tantangan akademik di Korea Selatan.
Ketika ditanya tentang pesan bagi mahasiswa lain yang tertarik mengikuti jejaknya, Detha menyampaikan nasihat yang sederhana namun kuat. Ia mendorong para juniornya untuk tidak ragu mencoba, sekalipun merasa persiapan masih kurang atau belum percaya diri. Menurutnya, yang terpenting adalah membaca semua persyaratan dengan cermat, menyiapkan dokumen sedini mungkin, dan tetap autentik saat wawancara. Ia juga menekankan pentingnya memiliki keberanian untuk keluar dari zona nyaman dan tidak takut untuk belajar hal-hal baru. “Kita tidak perlu sempurna untuk mencoba. Yang penting adalah keberanian untuk melangkah,” ujarnya.
Bagi Detha, beasiswa Hyundai CMK bukan hanya soal pengalaman akademik, tetapi juga sebuah perjalanan personal yang memperluas perspektif, membuka jaringan internasional, dan membentuk dirinya menjadi pribadi yang lebih tangguh dan terbuka. Kisahnya menjadi inspirasi bagi banyak mahasiswa Indonesia yang bermimpi mengenyam pendidikan di luar negeri dan membuktikan bahwa peluang internasional bukanlah sesuatu yang mustahil untuk diraih.
