BANDUNG – Institut Teknologi Bandung (ITB) menggelar Sidang Terbuka Penerimaan Mahasiswa Baru Semester I Tahun Akademik 2025/2026 pada Kamis (14/8/2025) di Sasana Budaya Ganesa (Sabuga) ITB. Tahun ini, PMB dibagi menjadi dua sesi, yakni sesi pagi dan sesi siang. Sesi siang diisi oleh penerimaan mahasiswa baru dari Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD), Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara (FTMD), Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan (FTSL), Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH), Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI), serta Sekolah Pascasarjana Ilmu dan Teknologi Multidisiplin (SPITM).

Dalam kesempatan tersebut, Ir. Vani Virdyawan, S.T., M.T., Ph.D., dosen FTMD ITB, menyampaikan orasi ilmiah bertajuk “Ilmu yang Menghidupkan: Peran Soft Robotics dalam Pelayanan Kesehatan bagi Sesama.”

“Seperti apa robot dalam bayangan Anda?” demikian ia membuka orasi. Vani menyebut tokoh-tokoh populer seperti Wall-E, The Wild Robot, atau Doraemon yang akrab dalam imajinasi banyak orang. Di dunia nyata, robot hadir dalam bentuk lengan mekanik di pabrik, penyedot debu pintar, hingga anjing robot pelacak.

Menurutnya, masa depan akan menghadirkan sesuatu yang lebih dekat, yaitu manusia hidup berdampingan dengan robot, sebagaimana tergambar dalam sosok Baymax di film Big Hero 6. Baymax digambarkan sebagai robot berbadan besar, lembut, dan penuh empati, dirancang khusus untuk merawat kesehatan manusia. “Baymax memang fiksi, tetapi ia mewakili arah masa depan robot yang tidak lagi keras dan kaku, melainkan lembut, aman, dan peduli terhadap manusia,” jelas Vani.

Dari pengantar tersebut, ia kemudian membawa audiens pada persoalan nyata yang dihadapi Indonesia. Sebagai negara dengan populasi terbesar keempat di dunia, panjang wilayah mencapai 8 ribu km, serta lebih dari 17 ribu pulau, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam pemerataan layanan kesehatan. Penyakit respiratori bahkan menjadi penyebab kematian nomor empat. Diagnosis dini menggunakan bronkoskop sangat penting, namun alat ini masih mahal dan kompleks.

Menjawab kebutuhan itu, Vani memaparkan tentang soft robot, inovasi robotika yang terbuat dari material fleksibel sehingga aman digunakan di lingkungan tidak terstruktur, termasuk di dalam tubuh manusia. “Keunggulan soft robot adalah kemampuannya beradaptasi dengan bentuk dan tekstur lingkungan sekitar, sehingga risiko kerusakan jaringan atau cedera pada pasien dapat diminimalkan,” ujarnya.

ITB bersama Imperial College London mengembangkan bronkoskop robot lunak. Perangkat ini dibuat dari material lembut, biokompatibel, dapat dicuci maupun sekali pakai, berpotensi diproduksi di Indonesia, dan dilengkapi sistem kendali canggih. Penelitian tersebut berhasil meraih penghargaan sebagai Runner Up Best Innovation Category dalam Medical Robotics for Contagious Diseases Challenge 2020.

Keberhasilan ini membuka jalan bagi inovasi lainnya. Soft robot kini juga dikembangkan untuk prosedur medis berbeda, seperti kolonoskopi dengan gerak peristaltik menyerupai cacing yang diteliti bersama Ir. Indrawanto, M.Eng., Ph.D., salah satu dosen FTMD. Untuk bedah otak dengan sayatan kecil, dikembangkan prototipe jarum robotik steerable yang terinspirasi dari nyamuk dan tawon. Vani juga memperkenalkan lengan bionik robot lunak hasil pengembanganya bersama Dr. Eng. Sandro Mihradi.

Dengan contoh-contoh tersebut, ia menekankan bahwa aplikasi soft robot sangat luas, mulai dari alat bantu diagnosis, perangkat bedah minimally invasive, hingga rehabilitasi dan prostesis. Teknologi ini diyakini memiliki potensi strategis dalam menjawab tantangan kesehatan nasional, mulai dari keterbatasan akses terhadap teknologi canggih, ketergantungan pada peralatan impor, hingga kebutuhan pemerataan alat medis di seluruh wilayah Indonesia.

Selain robotika, Vani juga memperkenalkan sejumlah teknologi kesehatan yang telah dikembangkan ITB. Di antaranya adalah Vent-I (Ventilator Indonesia) yang hadir pada masa pandemi COVID-19, lutut prostetik multisumbu dan soket fleksibel yang memungkinkan pemakai duduk bersila dan melakukan gerakan sholat, serta teknologi wafer untuk perencanaan operasi rahang.

Sebagai penutup, Vani berpesan agar mahasiswa baru tidak hanya menguasai ilmu dasar, tetapi juga berani berpikir kritis, kreatif, dan terbuka pada kolaborasi lintas bidang. Rasa ingin tahu dan keberanian menghadapi kegagalan, menurutnya, akan membentuk pribadi tangguh yang siap merancang dan membangun masa depan.

“Masa depan bukan untuk ditunggu, tetapi masa depan adalah sesuatu yang anda rancang dan anda bentuk,” pungkasnya.